Rabu, 24 Februari 2016

My Face, My Mean Face

Alis tipis, katakanlah nyaris botak...
Kelopak mata stun, sekitar mata berwarna gelap...
Hidung mancung...
Bibir berwarna gelap, ada yang bilang lebih gelap dari bibir perokok (fiuh!)...
Wajah lonjong...
Kulit gelap seperti sawo matang...
Secara umum, tampang cukup maskulin dan agak boros...

Entah bagaimana bayangan kalian terhadap deskripsi di atas, namun yakinlah aslinya wajah di atas cukup menakutkan jika dilihat. Terlebih jika si pemilik wajah sedang diam. Tidak, tidak sedang marah, hanya sedang diam. Mungkin sedang berkontemplasi. Tapi tetap saja, yang melihat akan bereaksi, "Biasa aja sih wajahnya" atau "Lagi marah ya?". Yang punya wajah hanya kebingungan, pulang-pulang langsung menatap cermin. Ya..., sebagai pemilik wajah saya merasa harus mengambil langkah.

Saya wanita baligh, saya muslimah, dan saya sudah menutup aurat. Berdasarkan hadits, wajah bukanlah aurat dan tidak perlu ditutup. Padahal dengan wajah galak seperti itu, rasanya ingin ditutup saja dengan jaring penutup wajah.

Saya baru menyadari bagaimana kesan wajah saya saat duduk di bangku SMA, saat teman-teman di sekitar saya cukup vokal untuk mengutarakan opininya. Semacam polusi visual saja wajah saya waktu itu,huff... Dan seberapa besar opini mereka mempengaruhi kehidupan sosial saya? Cukup besar. Bukan karena gengsi, tetapi lebih karena pengaruhnya terhadap posisi saya dalam organisasi kala itu. Kalau ekspresi saya mendatangkan efek buruk berupa kesalahpahaman, dikiranya marah padahal cuma sedang cool mode on, maka akan sulit bagi saya melakukan pendekatan-pendekatan untuk memperlancar program di organisasi yang saya ikuti.

Cukup lama saya harus mematut-matut diri di depan cermin sambil berpikir apa yang harus saya lakukan untuk menetralkan 'polusi' ini (wew!). Tidak terpikirkan untuk membubuhkan kosmetik pada wajah ini. Yang benar saja, saat itu saya masih SMA. Tidak terpikirkan juga untuk melakukan perawatan, senam wajah, atau apapun itu untuk rejuvenate tampang boros saya, duit darimana ya kan.

Ternyata solusinya cukup mudah. Saat saya diam ternyata garis bibir saya otomatis melengkung ke bawah, sehingga yg perlu saya lakukan adalah menarik sedikit kedua titik di ujung bibir saya dan voila! terbentuklah sebuah wajah yang orang bilang sebagai open face. Untuk tampang boros, saya akali dengan cara saya memakai jilbab. Saya mendapat inspirasi dari kakak saya yang saya perhatikan selalu tampak imut dengan cara ia memakai jilbabnya. Ternyata untuk wajah lonjong kami, lekukan pet jilbab harus berada di pipi bawah

Nah, lipatan untuk membentuk pet harus di pipi bawah sampai rahang. Gambar diambil dari sini https://cdn-img2.hijup.com/system/product_image/image/74277/big_351-15136-28953-114407-46-37927.jpg

Selanjutnya, untuk lebih mencerahkan kulit wajah saya yang sawo matang ternyata tinggal main warna jilbab saja. Dan bukan jilbab yang berwarna gelap, tapi justru warna seperti pinkish purple yang akan memberikan kesan rona bersemu merah pada wajah gelap seperti wajah saya.

Warna yang seperti ini nih, bikin wajah kita merona manis seperti madu
Gambar diambil dari sini https://cdn-img1.hijup.com/system/product_image/image/92945/big_98-14517-34001-572368-46-45052.jpg

Itu saja? Ya, cukup itu saja, dan ditambah memperbaiki cara saya dalam melihat, minimalkan melirik. Hal tersebut sudah cukup untuk membuat kepercayaandiri saya meningkat dan orang-orang berkata 'Kayaknya ada yang beda, tapi apa ya...' . Hahaha.

Sebenarnya saya tidak terlalu bermasalah dengan body image, saya pun cukup terheran-heran mengapa saya agak terpengaruh dengan pandangan orang lain terhadap diri saya,berhubung saya orang yang cukup cuek. Namun jika dipikir lagi, hal tersebut wajar saja karena manusia adalah makhluk sosial, interaksi satu sama lain bisa sangat mempengaruhi. Seberapa besar pendapat orang lain mempengaruhi diri kita, hal tersebut tergantung dari bagaimana kita membentuk konsep diri. Dan yang perlu diingat adalah sebagai wanita kita menyukai keindahan, kita juga ingin keindahan tersebut ada pada diri kita. Namun keindahan dari dalam adalah yang paling penting, karena secara mencengangkan, keindahan dari dalam lah yang akan menarik perhatian orang-orang di sekitar kita. Dan jangan lupa untuk tetap menjadi diri sendiri.

~Tulisan ini dibuat untuk diikutsertakan dalam lomba HijUp Blog Competition yanh diselenggarakan HijUp.com dan HijUp.com/magazine~

Sabtu, 26 Desember 2015

Menyusui yang Bukan Sekedar Menyusui

Seorang pembawa acara bincang-bincang di salah satu televisi swasta pernah mengatakan, "Pada saat seorang bayi lahir, sesungguhnya ada yang lahir saat itu juga, bayi tersebut dan seorang ibu." Yap, menjadi seorang ibu bukan saat kita menikah atau hamil, namun saat kita melahirkan bayi kita. Perkembangannya pun bertahap seperti bayi, harus belajar terus sampai menjadi seorang ibu seutuhnya, dan itu berarti seumur hidup...

Adalah saya, pertama kali terlahir sebagai seorang ibu di tahun 2011, melahirkan bayi lucu (Qanita namanya^^ )yang kemudian saya rencanakan untuk berikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif. Saat itu saya berpikir, "Ah, kita akan secara alami menjadi ibu, apa susahnya? Kalau hewan saja bisa apalagi kita manusia berakal." Bukannya meremehkan, tapi berhubung saya orangnya 'Harus ketemu masalahnya dulu, baru bisa beraksi' maka saya berpikir sejumawa itu. Dan adakah masalah selanjutnya? Ternyata segala sesuatu berjalan mulus, semulus Sirkuit Monte Carlo... mmm, kurang-lebih..., hahaha!

Jadi, mulai dari awal memberikan ASI sampai pada akhirnya proses penyapihan, tantangan selalu ada diberbagai titik. Dan bagaimana cara kita menghadapi dan mengatasinya, itulah pembelajaran dan ujian yang membuat kita menjadi seorang ibu, seutuhnya. Izinkan saya memutar-ulang kejadian empat tahun silam...


  • Inisiasi Menyusu Dini (IMD) : Salah satu momen membahagiakan dan salah satu proses yang paling lancar yang saya alami bersama Qanita. Saya mengerti IMD sejak masih di bangku kuliah, saat blok Ilmu Kesehatan Anak. Saat itu dosen spesialis anak memutarkan video IMD yang dilakukan setelah proses persalinan. Betapa takjubnya saya melihat secara naluriah bayi usia beberapa menit berjuang mencapai puting sang ibu. Lucu, terpukau, takjub..., sebutkan saja semua ekspresi positif di dunia, dan itulah yang saya rasakan, karena Qanita berhasil menggapai puting saya dalam waktu 30 menit. Bangga dan terharu saat saya memutar kembali video IMD Qanita ToT
Proses IMD yang membahagiakan dan membanggakan

  • Teknik perlekatan : Proses ini termasuk proses yang naik-turun, seringnya perlekatan puting dan mulut Qanita klop, tapi ada saatnya perlekatan tersebut kurang baik dan berakibat puting lecet yang rasa sakitnya bagaikan bumi dan seisinyaaa...!!! Tidak ada terapi khusus untuk mengatasi hal tersebut, saya yakin seiring pembiasaan perlekatan yang baik maka puting lecet akan teratasi. Di tengah-tengah tragedi lecetnya puting, saya meminta suami untuk membeli pompa ASI, tanpa ilmu. Baru setelah saya menemukan forum theurbanmama.com dari rekomendasi sepupu saya, saya menyadari bahwa pompa ASI yang saya minta tidak direkomendasikan karena akan berakibat cedera pada alveoli kelenjar penghasil ASI. Maafkan istrimu ini...
  • Ikatan ibu-bayi dari proses menyusui : Ini juga bukan proses yang dramatis seperti di iklan atau film-film, yang saat memegang bayi lalu ada bunga-bunga bermekaran diiringi orkestra syahdu. Saya terlahir sebagai anak bungsu, tidak pernah punya adik, dan jujur saat gadis saya mending jauh-jauh dari bayi. Prosesnya adalah dua minggu, yaps..., dua minggu sampai saya melepas rasa bahwa ini bukan sekedar kewajiban dan tanggungjawab, melainkan apa yang saya lakukan adalah bentuk kasih sayang, manifestasi cinta dari seorang ibu melalui ASI yang akhirnya mengalir di tubuh mungilnya. Proses menyusui merupakan proses paling cepat yang membangun jiwa keibuan saya, rinduuu rasanya dengan momen memberikan ASI T_T
  • Perubahan kuantitas ASI : Enam bulan saya relakan cuti dari proses studi profesi saya demi memberikan ASI eksklusif tanpa drama, biarlah terlambat dari angkatan saya yang penting anak saya ASI langsung dari payudara (waktu itu agak skeptis dengan teknik dan pengelolaan ASI perah). Tapi walaupun tanpa kesibukan, ternyata ada tamu yang dulu datang bulanan tak diundang, akibatnya senjata utama saya dalam menenangkan Qanita (baca : ASI :p ) menjadi berkurang drastis. Itu terjadi di usia Qanita yang ke-4,5 bulan, 'mengapa sekarang...?!' , pikirku saat itu, meratap. Lalu sempat tergoda dengan susu formula kalengan yang sempat diberikan rumah sakit tempat Qanita dilahirkan. Untungnya ada pahlawan super yang mencegah saya bertindak gegabah, ialah Suami, Papahnya Qanita yang menjauhkan kaleng tersebut sambil berkata, "Jangan Mah, Mamah aja yang minum susunya". Jadilah saya minum susu formula bayi baru lahir, demi meningkatkan kualitas ASI saya walaupun kuantitasnya berkurang. Haha
  • Menyusu di area publik dan di dalam kendaraan : Lagi-lagi tidak punya ilmunya, baru cari ilmunya saat berencana keluar rumah dan diberitahu kakak sulung saya. "Begini loh Hil, kalau pergi pakai baju kancing depan, kancing juga jangan cuma sampai dada, harus sampai perut. Lebih enak kalau resleting, jadi kalau Qanita haus gampang bukanya. Oh iya, bahan bajunya kalau bisa bahan dingin semacam katun, biar pipi bayinya tetap adem, nggak gampang peruntusan". Melongo saya waktu kakak sulung saya berceloteh tentang persiapan menyusui, 'kepikiran banget, sampai segitunya ya?!...', batin saya. Baju ibu menyusui, senjata yang terlupakan bagi saya. Saat itu juga minta diantar suami ke butik khusus menjual peralatan ibu dan bayi. Dari segi fesyen? Aahhh, tidak penting, yang penting akses ke payudara mudah. Tapi kalau melihat baju menyusui jaman sekarang, duuuh, cantik-cantik sekaliii... Seperti yang ada di hijup.com . Salah satu contohnya seperti ini :
Misty Top Breastfeeding, salah satu desain Ria Miranda. Cantik untuk jalan-jalan atau kerja nih!

Kejadian memalukan waktu berkunjung ke rumah saudara suami saat lebaran, ternyata saya lupa mengancingkan baju saya pasca menyusui di mobil, payudara tidak kelihatan tapi bra menyusuinya terlihat, kan maluuu, disaksikan segenap keluarga besar suami...! Kejadian lainnya saat menghadiri pernikahan kakak (waktu itu tidak ada seragam keluarga, jadi pakai baju resmi masing-masing). Saat Qanita rewel minta disusui, kami masuk dalam mobil dan mati gaya! Mengapa? Karena baju pesta saya tidak ada kacing/resleting depan sama sekali! Saya pikir waktu itu bisa lah kerahnya diturunkan untuk akses payudara, namun ternyata setelah dicoba berkali-kali tidak sama seperti saat percobaan di rumah, tanya kenapa. Akhirnya akses dilakukan dengan menyingkap baju terusan dari bawah, tolong jangan dibayangkan. Setelah cari-cari, ternyata ada baju cantik buat ibu menyusui yang cocok juga buat acara resmi atau lebaran, seperti ini :

Tiana Dress Breastfeeding, salah satu desain Jenahara. Optimis cantik mendadak pakai baju menyusui satu ini :p


Bagi saya, kehadiran baju ibu menyusui seperti ini, merupakan salah satu faktor pendukung semakin menggalaknya aksi pemberian ASI eksklusif bagi ibu di seluruh dunia. Nampaknya remeh ya, hanya baju, tapi bayangkan akibat jangka panjang dari baju pendukung ibu menyusui, maka ibu-ibu cantik semakin berbondong-bondong untuk menyusui anaknya dengan tetap tampil cantik dan memukau. Oh iya, fesyen muslim juga bisa dilihat di laiqamagazine.com , bahkan bisa dilihat di aplikasi instagram/ twitter @hijup @laiqamagazine , atau facebook  facebook.com/hijupcom  dan facebook.com/laiqamagazine


  • Proses menyapih : Ini juga tidak mulus-mulus sekali, terutama jika sebelum tidur Qanita wajib menyusu dan itu terjadi sampai Qanita berusia hampir empat tahun! Sayanya juga kurang telaten untuk memberikan pengertian karena saya sendiri merasakan manfaat relaksasi yang timbul saat Qanita menyusui, egois ya. Yang akhirnya membuat Qanita merelakan kenikmatan menyusui adalah setelah ia tahu saya hamil, saat diberi pengertian kalau menyusui saat ada adik bayi di perut maka perut mamahnya akan kesakitan, ia pun langsung berhenti tanpa protes. Aaahh, Qanita memang calon kakak yang baik :-*
Pengalaman menyusui adalah pengalaman yang tidak akan terlupakan oleh ibu manapun. Tapi pengalaman tidak akan ada artinya jika tidak dijadikan pelajaran. Untuk itu, pengalaman ini akan sangat berharga untuk persiapan saya menyambut kelahiran anak kedua. Lagi-lagi saya akan terlahir kembali, kali ini saya akan menjadi ibu bagi dua anak ditambah lagi saya sudah bekerja. Jelas, apa yang akan saya alami akan jauh berbeda dari sebelumnya pada anak pertama. Dan bagaimanakah saya akan menjalaninya? Tidak sejumawa jaman dahulu kala tentunya. Saya akan bersiap, saya akan menjawab tantangan dengan kepala tegak tubuh sigap, sayalah yang akan mengendalikan keadaan, bukan sebaliknya. Dan saat segala sesuatu belum sesuai harapan, akan selalu ada pihak yang mendukung dan Allah tentunya.


~~~Tulisan ini (dan blognya ^o^ ) saya buat untuk mengikuti Mother's Day Blog Competition 2015 yang diadakan dalam rangka Hari Ibu dan ulang tahun The Urban Mama yang ke-6~~~